
POLMAN – Desakan publik terhadap aparat penegak hukum, khususnya Polres Polewali Mandar (Polman), semakin menguat setelah terkuaknya kasus penyelundupan 8.000 liter solar ilegal yang diduga kuat merupakan bagian dari praktik mafia BBM di Kecamatan Wonomulyo.
Kasus ini terungkap saat Tim Polsek Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, berhasil menghentikan satu unit mobil tangki dengan nomor polisi DN 1308 RK pada Rabu, 20 Agustus 2025. Mobil tangki tersebut dikemudikan oleh Muh. Rezah Renal (27) bersama seorang kernet, Muh. Habil Raditya (21), yang keduanya kemudian diamankan oleh pihak kepolisian.
Dari hasil interogasi, sopir hanya mampu menunjukkan surat jalan dari PT. Bintang Terang Delapan Sembilan, namun dokumen tersebut tidak disertai faktur pembelian solar industri sebagaimana diwajibkan dalam aturan distribusi bahan bakar.
Lebih mengejutkan lagi, pengakuan sopir mengungkap bahwa 8.000 liter solar tersebut diperoleh dari sebuah gudang penampungan di Kecamatan Wonomulyo, Polman. Solar tersebut dimuat menggunakan jerigen dan kemudian dipindahkan ke dalam mobil tangki. Tujuannya, dikirim ke perusahaan GNI di Morowali, Sulawesi Tengah.
Namun, sopir mengaku tidak mengetahui siapa pemilik gudang tempat solar ilegal itu diambil, sehingga membuka dugaan keterlibatan jaringan mafia BBM yang rapi dan terstruktur di wilayah Polman.
Kasat Reskrim Polresta Mamuju, AKP Agustinus Pigai, saat dikonfirmasi membenarkan penangkapan tersebut.
“Ya, benar, ada dua orang kita amankan, sopir dan kernet mobil bermuatan solar itu. Saat ini kami masih terus mendalami asal usul ribuan liter solar ilegal tersebut. Untuk detailnya nanti akan kami sampaikan,” jelas Agustinus kepada awak media, Rabu 20 Agusus 2025, kemarin.
Meskipun kasus ini ditangani oleh Polresta Mamuju, publik menilai Polres Polman juga harus segera turun tangan mengingat lokasi penampungan solar ilegal itu berada di wilayah hukum Polman, tepatnya di Kecamatan Wonomulyo.
Apalagi, kasus ini jelas menabrak sejumlah regulasi terkait pengelolaan dan distribusi BBM, seperti Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan pengangkutan dan/atau niaga BBM tanpa izin usaha dapat dipidana dengan penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
Kemudian Pasal 53 huruf b UU Migas juga menegaskan bahwa setiap pihak yang melakukan penyimpanan BBM tanpa izin resmi dari pemerintah dapat dikenakan sanksi pidana. Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM, yang menekankan bahwa BBM bersubsidi maupun non-subsidi hanya boleh didistribusikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Dengan demikian, praktik penimbunan dan distribusi solar ilegal di Polman bukan hanya merugikan negara, tetapi juga mengganggu stabilitas pasokan energi di masyarakat.
Sejumlah aktivis mahasiswa, LSM, hingga tokoh masyarakat di Polman mendesak agar Polres Polman tidak tinggal diam. Mereka menilai praktik mafia BBM di Wonomulyo sudah berlangsung lama dan melibatkan jaringan besar, namun selama ini nyaris tidak tersentuh hukum.
“Ini bukan sekadar soal penangkapan sopir. Polisi harus berani bongkar siapa pemilik gudang, siapa cukong di baliknya, dan siapa yang melindungi mereka,” ujar Syamsuddin salah satu aktivis di Polman.
Desakan itu sejalan dengan tuntutan publik agar aparat penegak hukum tidak berhenti pada pelaku lapangan, tetapi juga mengusut aktor intelektual dan jaringan mafia yang mengendalikan bisnis gelap BBM di wilayah tersebut.
Publik kini menunggu keseriusan Polres Polman bersama Polda Sulbar dalam membongkar praktik mafia BBM ini. Jika dibiarkan, selain merugikan negara miliaran rupiah, praktik tersebut juga berpotensi mengganggu ketersediaan BBM untuk masyarakat kecil, terutama nelayan dan petani yang sangat bergantung pada solar bersubsidi.
Kasus ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum untuk menunjukkan keberanian dalam melawan mafia energi yang kerap kali disebut-sebut memiliki “backing” kuat.