
Mateng – Sejumlah penyelenggara pemilu dari KPU dan Bawaslu Mamuju Tengah saat ini tengah menghadapi sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI. Sidang ini merupakan buntut dari ketidakprofesionalan mereka dalam proses verifikasi calon bupati pada Pilkada 2024 lalu.
Ketidakprofesionalan tersebut menyebabkan salah seorang anggota KPU Mamuju Tengah, Imran Tri Kerwiyadi (ITK), dijatuhi hukuman pidana terkait pelanggaran Pilkada. Namun, sejumlah pejuang demokrasi di Mamuju Tengah menilai ITK hanya dijadikan kambing hitam agar anggota KPU dan Bawaslu lainnya terhindar dari jerat hukum kasus pidana pemilu.
Sejumlah pihak pun mengumpulkan bukti dan melaporkan komisioner KPU serta Bawaslu Mamuju Tengah ke DKPP RI dengan tuduhan pelanggaran kode etik. Mereka diduga bersama-sama meloloskan calon bupati yang menggunakan ijazah palsu, yang terungkap di persidangan beberapa waktu lalu.
HMI Cabang Mamuju Tengah menyatakan sikap tegas untuk memastikan sidang di DKPP RI menghasilkan putusan adil dan tegas demi menjaga marwah demokrasi dan penyelenggaraan pemilu di daerah ini. Organisasi itu menolak ada “korban” lain seperti ITK yang harus dijadikan tumbal.
Ketua HMI Mamuju Tengah, Taufik Saleng, menegaskan, “Proses dan hasil sidang harus objektif agar keputusan yang diambil dapat menjaga marwah penyelenggara pemilu dan demokrasi, mengingat perkara ini menjadi sorotan publik.”
Taufik mengungkapkan dalil pengadu dalam sidang DKPP menyebut KPU Mamuju Tengah tidak profesional dalam verifikasi administrasi calon bupati dan wakil bupati. Perbedaan mencolok ditemukan antara Daftar Riwayat Hidup (DRH) dan ijazah yang dilampirkan.
“Bisa jadi mayoritas atau bahkan seluruh komisioner KPU sejak awal menyadari ada indikasi penyalahgunaan ijazah, namun tetap memberi ruang kompetisi melalui putusan pleno penetapan calon,” ujarnya.
Lebih lanjut, Taufik menegaskan bahwa beberapa teradu di DKPP memiliki peran signifikan yang sebanding dengan teradu yang sudah dipidana, yakni ITK. Ia berharap DKPP memberikan sanksi maksimal, yaitu pemberhentian tidak hormat bagi para komisioner yang terbukti melanggar prinsip keadilan dan profesionalisme dalam Pilkada 2024.
“Tindakan tegas itu penting agar penyelenggara pemilu tidak menjadi alat bagi penjahat demokrasi,” pungkas Taufik.