
MAMUJU – Harga telur ayam ras di Pasar Lama, Jl. Sintra Llamas, Kelurahan Binanga, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), kembali melonjak tajam, Sabtu (13/9/2025).
Minawati, salah seorang pedagang, mengatakan kenaikan harga sudah berlangsung hampir dua pekan terakhir. “Sudah sekitar dua Minggu ini naik terus. Naiknya sekitar Rp4 ribu per rak. Sekarang sudah Rp56 ribu, padahal sebelumnya hanya Rp52 ribu,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, pasokan telur yang masuk ke pasar semakin berkurang, sementara permintaan justru meningkat. “Apalagi ini masih momentum Maulid, banyak acara yang butuh telur, ditambah MBG (Makanan Bergizi Gratis) sudah jalan, jadi kebutuhan makin besar,” jelasnya.
Selain telur, beberapa bahan pokok lain terpantau stabil. Bawang putih Rp40 ribu/kg, bawang merah Rp45 ribu/kg, lombok keriting Rp40 ribu/kg, dan cabai rawit Rp35 ribu/kg. Hanya tomat yang ikut naik dari Rp12 ribu menjadi Rp14 ribu/kg.
Sementara itu, seorang pembeli, Nursanti, mengaku tetap membeli telur meskipun harganya mahal. “Ya mau bagaimana, telur itu kebutuhan. Kalau masih naik, mungkin terpaksa beli per butir saja,” ucapnya.
Lonjakan harga telur ini kembali menyoroti lemahnya peran pemerintah daerah dalam menjaga kestabilan harga. Pemkab Mamuju dinilai terlalu pasif menunggu instruksi pusat tanpa memiliki strategi cadangan pangan. Sementara Pemprov Sulbar melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) seolah hanya aktif dalam rapat seremonial tanpa langkah nyata di lapangan.
Padahal, sesuai Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, pemerintah daerah berkewajiban memastikan ketersediaan pasokan barang pokok dengan harga terjangkau.
Minimnya intervensi distribusi dan lemahnya sistem logistik daerah membuat harga telur yang seharusnya bisa dikendalikan justru dibiarkan naik. Akibatnya, masyarakat kelas bawah kembali menjadi korban.